Terdapat indikasi pada remaja - baik di perkotaan maupun perdesaan - yang menunjukkan meningkatnya perilaku seks pra-nikah. Namun, menarik dipertanyakan adalah apakah mereka memahami resiko-resiko seksual yang menyertainya? Berdasarkan studi di 3 kota Jawa Barat (2009), perempuan remaja lebih takut pada resiko sosial (antara lain: takut kehilangan keperawanan/ virginitas, takut hamil di luar nikah karena jadi bahan gunjingan masyarakat) dibanding resiko seksual, khususnya menyangkut kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya.
Padahal
kelompok usia remaja merupakan usia yang paling rentan terinfeksi
HIV/AIDs dan Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Bahkan, dalam
jangka waktu tertentu, ketika perempuan remaja menjadi ibu hamil, maka
kehamilannya dapat mengancam kelangsungan hidup janin/bayinya.
Pada dasarnya, kerentanan perempuan, bukan hanya karena
faktor biologisnya, namun juga secara sosial dan kultural kurang berdaya
untuk menyuarakan kepentingan/haknya pada pasangan seksualnya demi
keamanan, kenyamanan, dan kesehatan dirinya. Kepasifan dan
ketergantungan sebagai karakter feminin yang dilekatkan pada perempuan
juga melatari kerentanan tersebut. Faktor ekonomi juga mengkondisikan
kerentanan perempuan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkompilasi, masalah kesehatan
reproduksi remaja yang telrjadi di seluruh dunia, yang dapat menjadi
bahan pembanding untuk masalah yang sama di Indonesia, atau asumsi
kejadian di Indonesia bila belum tersedia datanya.
Indikator-indikator untuk masalah kesehatan reproduksi
dipresentasikan pada bagian ini. Informasi mengenai masalah kesehatan
reproduksi, selain penting diketahui oleh para pemberi pelayanan
kesehatan, pembuat keputusan, juga penting untuk para pendidikan dan
penyelenggara program bagi remaja, agar dapat membantu menurunkan
masalah kesehatan reproduksi remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar