Rabu, 20 Maret 2013

Remaja Indonesia Punya Pengelaman Seks Pranika

Ternyata sebagian besar remaja merasa tidak cukup nyaman curhat sama orang tuanya, terutama bertanya seputar masalah seks. Makanya, mereka lebih suka cari tahu sendiri melalui sesama teman  dan menonton film porno dan mencari cerita-cerita seks di situs-situs porno di internet

Setidaknya, hasil itu menjadi salah satu kesimpulan yang mengemuka dalam paparan hasil penelitian Synovate Research tentang perilaku seksual remaja di 4 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan.
Survey ini mengambil 450 responden dari 4 kota itu dengan kisaran usia antara 15 sampai 24 tahun, kategori masyarakat umum dengan kelas sosial menengah keatas dan kebawah. Selain itu, juga diberikan pembagian terhadap para responden ini berdasarkan aktivitas seks yang aktif dan pasif.
Dari penelitian yang dilakukan sejak September 2004 itu, Synovate mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks mereka dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% dari responden remaja ini mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya.
Pengalaman Berhubungan Seks Sejak Usia 16 Tahun
Dalam penelitian ini juga menarik untuk melihat pengalaman seksual remaja di 4 kota ini. Sebab, 44% responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16 sampai 18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13 sampai 15 tahun.
Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks. Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan hotel (26%).
Uniknya, para responden ini sadar bahwa seharusnya mereka menunda hubungan seks sampai menikah (68%) dan mengerti bahwa hubungan seks pra nikah itu tidak sesuai dengan nilai dan agama mereka (80%). Tapi, mereka mengaku hubungan seks itu dilakukan tanpa rencana. Para responden pria justru 37% mengaku kalau mereka merencanakan hubungan seks dengan pasangannya. Sementara, 39% responden perempuan mengaku dibujuk melakukan hubungan seks oleh pasangannya.
Karenanya, ketika ditanya bagaimana perasaan para responden setelah melakukan hubungan seks pra nikah itu, 47% responden perempuan merasa menyesal karena takut hamil, berdosa, hilang keperawanan dan takut ketahuan orang tua.
“Mereka juga tahu bahwa ada beberapa jenis penyakit yang ditularkan dari hubungan seksual. Misalnya 93% tahu tentang AIDS dan 34% tahu Sipilis. Kalau tentang AIDS, mereka 82% tahu dari televisi, 20% dari internet dan hanya 10% yang tahu dari orang tuanya,” kata camita Wardhana, Project Director Synovate yang mempresentasikan hasil penelitian ini.
Perlu informasi lebih lengkap
Meskipun hasil penelitian ini bukan hal yang baru bagi masyarakat saat ini, tetap saja perlu hati-hati menyikapinya agar tidak menjadi salah persepsi. Adrianus Tanjung, Kepala Divisi Komunikasi Informasi, Edukasi dan Advokasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melihat, meskipun hasil penelitian ini memberikan gambaran rata-rata pada perilaku remaja kita saat ini, ada beberapa faktor yang bisa saja bias.
“Seperti pembagian remaja yang aktif dan pasif secara seksual dalam penelitian ini, masih bisa diperdebatkan. Misalnya, apakah jika remaja yang pernah sekali melakukan hubungan seksual tapi lalu tidak melakukannya lagi, itu tetap dalam kategori aktif secara seksual?”
Namun, ia melihat bahwa hasil penelitian ini memberikan kecenderungan yang makin menguat bahwa para remaja ini membutuhkan tempat yang nyaman untuk mencurahkan perasaan atau bertanya seputar seks.
“Mereka sulit tanya ke orangtua karena bisa aja orangtua nggak tahu .Selain itu, mungkin juga mereka membutuhkan tempat yang didesain nyaman supaya mereka mau datang ke konseling seks,” tambah Tanjung.
Sebab itu, PKBI yang juga pernah mendapatkan hasil serupa dari penelitian sejenis beberapa waktu lalu ini, menurut Tanjung, akan mencoba memberikan konseling lebih detil tentang alat-alat reproduksi kepada remaja. Caranya dengan masuk ke sekolah-sekolah melalui kegiatan ekstra kulikuler seperti Pramuka.
“Ini penting agar mereka mengerti organ reproduksi mereka sendiri, mulai dari pembuahan sampai hamil dan melahirkan. Dengan begitu, mereka akan lebih dapat menjaga diri sendiri, tahu resiko-resikonya, meskipun tidak selalu dalam pantauan orangtua,” demikian Andrianus Tanjung.

Ciri- ciri Anak yang Memiliki Prilaku Seks Peyimpang 


Perilaku seks menyimpang sangat mengkhawatirkan terutama bagi anak. Orangtua dan keluarga sebagai benteng pertama harus ekstra hati-hati. Lalu bagaimana mengetahui anak memiliki perilaku seks penyimpang atau tidak?
Psikolog, Lusi Triyani mengatakan, banyak hal yang bisa dilakukan orangtua agar anak tak terjebak pada perilaku seks menyimpang. Cara mengantisipasinya pun tak begitu sulit.
Langkah pertama yang bisa dilakukan orangtua adalah jangan membiarkan anak berduaan di kamar dengan teman sesama jenis. Banyak orangtua yang justru bersikap tenang saat anaknya main di kamar bersama lawan jenisnya.
Jangan pernah mengunci pintu kamar anak saat sedang bermain. Biarkan pintu sedikit dibuka sedikit agar Anda bisa mengontrol apa yang sedang dilakukannya.
Lalu apa bedanya teman yang normal dan berperilaku menyimpang? Seperti dikutip dari republika, Rabu (6/2), Lusi menjelaskan, perilaku penyimpang dapat terlihat saat sang teman bersikap seperti sedang saling jatuh cinta.
Anda dapat mengetahui tanda-tanda itu dari gaya bicara, tatapan, sentuhan, pelukan yang terlihat aneh dan tak lazim dilakukan sesama jenis. Selain itu, anak sering lelaj saat keluar kamar. Mereka yang memiliki perilaku seks menyimpang akan cepat lelah, kurang beraktivitas, tidak konsentrasi, dan banyak melamun.
Jika tanda-tanda itu Anda temukan pada buah hati, jangan panik! Coba komunikasikan dengan baik pada anak. Umumnya, anak malu mengungkapkan bahwa dirinya memiliki perilaku seks menyimpang.

Mulailah dengan menanyakan baik-baik alasan anak melakukan hal itu. Tawarkan beberapa solusi pada anak dan berikan apa yang dia butuhkan agar tak merasa dijauhi dan hancur. Jika tak mampu, lebih baik ajak anak ke psikiater untuk diobservasi dan diterapi.



Mengenal Prilaku Seks Menyimpang 

 
Sesuatu yang tak lazim digolongkan sebagai kelainan. Begitu juga dalam kancah perilaku seksual. Di seputar kita bisa dijumpai penderita parafilia, pengidap gangguan psikoseksual. Mereka, umumnya laki-laki, menyukai kegiatan seksual tidak lazim mulai dari mengintip, memamerkan alat kelamin, sampai mengenakan pakaian wanita.

Syahdan, di abad XI ada seorang istri bangsawan Inggris yang sangat dikagumi rakyatnya. Wanita cantik itu bernama Lady Godiva. Suaminya, Earl Leofric, penguasa Provinsi Mercia di Midland. Karena penduduk Coventry saat itu sangat menderita akibat tingginya pajak, ia memohon kepada sang suami untuk menurunkannya. Permintaan itu akan dikabulkan asal Lady Godiva berani berkuda keliling kota tanpa busana.

Tak disangka, Lady Godiva bersedia. Dengan menggunakan rambut pirangnya yang panjang sebagai penutup sebagian tubuhnya, ia naik kuda berkeliling kota. Rakyat yang sangat mencintainya bersepakat untuk tinggal di rumah dan menutup semua jendela mereka rapat-rapat.

Rupanya, seorang pembantu tukang jahit bernama Tom berusaha mengintip dari celah jendela. Ia merasa bangga berhasil menyaksikan wanita cantik tanpa busana itu. Namun, akhirnya ia mendapatkan karma. Ia buta tak lama kemudian.

Dongeng tentang “Tom si Pengintip” atau Peeping Tom ini kemudian diangkat sebagai istilah salah satu kelainan parafilia (gangguan psikoseksual yang kebanyakan diderita pria), yang disebut voyeurism.

Ciri utama voyeurism (di dunia kedokteran dikenal sebagai skopofilia) adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat wanita yang sedang telanjang, melepas pakaian, atau melakukan kegiatan seksual.

Penderita memperoleh kepuasan seksual dari situ. Wanita yang diintip biasanya tak dia kenal. Mengintip menjadi cara eksklusif untuk mendapatkan kepuasan seksual. Anehnya, ia sama sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip. Cuma berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara masturbasi.

Berbeda dengan pria normal - yang baru mendapatkan kepuasan seksual setelah melakukan persetubuhan (terkadang masturbasi) - penderita voyeurism sudah terpuaskan tanpa harus melakukan sanggama. Namun, penyuka film atau pertunjukan porno jangan takut dikatakan menderita kelainan ini, karena para pemain film itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari bahwa mereka akan ditonton orang lain.
Selain voyeurisme, masih ada jenis lain parafilia, seperti ekshibisionisme, fetisisme, transvestisme, masokisme, paedofilia, dll. Ciri utama penyimpangan psikoseksual ini ialah timbulnya fantasi atau tindakan yang tidak lazim dan merupakan keharusan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Fantasi ini cenderung berulang secara mendadak dan terjadi dengan sendirinya. Penyebab utamanya biasanya berhubungan dengan faktor psikologis. Sedangkan gangguan fungsi karena kelainan atau gangguan organik pada alat kelamin tidak dimasukkan dalam parafilia.

Bila yang dibayangkan dalam fantasi penderita parafilia tidak bisa dimanifestasikan dengan sesungguhnya, baik saat melakukan kegiatan seksual sendirian atau dengan pasangan, maka hal yang dibayangkan haruslah terdapat dalam fantasi yang menyertai masturbasi atau persetubuhan. Karena saat itulah nafsu erotiknya baru bangkit. Sebaliknya, bila tidak terdapat fantasi parafiliak yang dibayangkan, maka kepuasan seksual atau orgasme tidak akan tercapai.

Ciri lain parafilia, perilaku demkian umumnya tidak membuat mereka cemas atau depresi, meski dalam beberapa kasus ada juga yang merasa bersalah, malu, atau depresif karena seringnya melakukan kegiatan seksual tidak lazim itu.

Namun, para penderita sering tidak mampu melakukan hubungan seksual yang penuh kasih sayang secara timbal balik. Juga terdapat disfungsi psikoseksual seperti nafsu seksual normal yang terhambat, orgasme terhambat, ejakulasi dini, atau pada wanita timbul diprapeunia (vagina terasa nyeri waktu melakukan hubungan seksual).

Dalam dirinya juga terjadi gangguan kepribadian, terutama ketidakdewasaan emosi. Hubungan sosial dan seksual dapat terganggu bila perilaku seksual itu diketahui orang dekatnya, umpamanya istrinya. Atau bila pasangan seksualnya menolak ikut serta dalam kegiatan seksual tidak lazim itu.

Penderita sendiri rata-rata tidak merasa atau menganggap dirinya sakit atau mengidap kelainan seksual sampai mendapat perhatian dokter akibat perbuatan seksual itu menimbulkan konflik di sekitarnya.

Pendekatan pada penderita hendaknya dengan penuh pengertian, tidak dengan menghakimi atau mempersalahkan. Juga dicoba menyelami perasaan dan jiwa mereka karena acap kali gangguan itu terbentuk dari keinginan dan pengalaman masa lalu.

Boneka wanita pun menggairahkan
Sementara itu penderita fetisisme (dari kata fetisy: simbol atau idola) kebanyakan menggunakan benda mati sebagai cara eksklusif untuk mencapai kepuasan seksual. Fetisy dapat berupa suatu bagian dari tubuh wanita seperti rambut, bulu kemaluan, atau kuku. Dapat juga berupa pakaian atau benda lain milik wanita macam BH, kaus kaki, syal, sepatu, dan tas. Ada pula yang berkaitan denganfetisys di masa kecil. Misalnya, sewaktu kecil berkali-kali mengalami ketegangan seksual secara mendadak saat tubuhnya bersentuhan dengan rambut kakak perempuannya yang berwarna kemerahan, maka rambut wanita berwarna demikian menjadi fetisy-nya. 
 
Kegiatan seksual dapat ditujukan pada fetisy itu sendiri seperti melakukan masturbasi menggunakan BH atau sepatu, lalu berejakulasi ke dalamnya. Atau,fetisy diintergrasikan dengan kegiatan seksual dengan orang lain, misalnya menuntut agar pasangannya mengenakan BH warna tertentu atau sepatu berhak tinggi saat melakukan kegiatan seksual. Benda-benda itu mutlak dibutuhkan untuk dapat membangkitkan nafsu seksualnya.

Pada fetisisme ringan, fetisy hanya merupakan daya tarik tetapi masih mementingkan kehadiran pemilik benda itu. Namun, bagi penderita fetisisme sejati, fetisy saja sudah cukup.

Termasuk dalam golongan fetisisme adalah manekinisme yang fetisy-nya berupa manekin (patung pamer pakaian) di toko. Ada lagi pigmalionisme yang fetisy-nya berbentuk arca hasil pahatan. Istilah ini diambil dari nama raja Cyprus, Pygmalion, yang jatuh cinta pada patung wanita hasil pahatannya sendiri.

Seorang fetisys ada kalanya bisa berurusan dengan aparat hukum karena mencuri BH yang sedang dijemur, atau tiba-tiba menggunting rambut seorang wanita yang lantas mengadukannya.

Senang berpakaian wanita
Kelainan transvestisme mungkin lebih terdengar aneh. Pria heteroseksual dalam fantasinya atau secara aktual mengenakan pakaian wanita untuk membangkitkan nafsu seksual dan kemudian mendapatkan kepuasan seksual. Mengenakan pakaian wanita merupakan pernyataan identifikasi diri sebagai “wanita” (feminine identification). Bila keinginan mengenakan pakaian wanita tidak terlaksana, ia akan sangat frustrasi.

Ada kaum transvestit yang melakukan hal itu di kamar tidurnya sendirian, lalu bercermin memandangi dirinya. Pada waktu mengenakan pakaian wanita inilah terjadi ereksi. Di sini orgasme dapat terjadi spontan atau lewat masturbasi. Transvestit lain terdorong untuk mondar-mandir di jalan dengan berpakaian wanita lengkap dengan rambut palsu, tata rias wajah, dan perhiasannya. Ia dapat sangat teliti dan mahir dalam “menyulap” dirinya menjadi wanita, sehingga sering sangat mirip wanita.
 

Biasanya kelainan ini bermula sejak anak-anak atau remaja. Seperangkat pakaian yang disukai dapat menjadi benda yang merangsang nafsu seksualnya. Awalnya dipakai pada saat masturbasi, kemudian saat persetubuhan. Yang dikenakan mula-mula hanya terbatas cross-dressing parsial (hanya mengenakan BH dan celana dalam), lama-kelamaan mengenakan pakaian wanita lengkap, cross-dressing total. Yang terakhir dilakukan ketika si penderita mulai merasa mampu berdikari, sekitar masa remaja sampai dewasa muda. Frekuensi kejadiannya makin lama makin meningkat dan akhirnya menjadi kebiasaan.

Seiring dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui cara ini dapat berkurang atau bahkan hilang. Walaupun ada kalanya sejumlah kecil transvestit muncul pada usia lebih lanjut, yang menghendaki mengenakan pakaian wanita dan hidup sebagai wanita secara tetap.

Dalam kasus terakhir ini transvestisme berubah menjadi transeksualisme; penderita ingin berganti kelamin, menjadi seperti lawan jenis, dan tidak lagi mendapat kepuasan seksual hanya dengan cross-dressing. Penderita merasa dirinya benar-benar wanita.

Takut tertangkap basah
Ekshibisionisme penis merupakan jenis parafilia lainnya. Pada kelainan psikoseksual ini penderita senang mempertontonkan penisnya kepada orang tidak dikenal. Tujuannya untuk memperoleh kepuasan seksual tanpa maksud untuk melakukan kegiatan seksual dengan orang yang melihatnya. Kepuasan seksual diperoleh penderita saat melihat reaksi terperanjat, takut, kagum, jijik, atau menjerit dari orang yang melihatnya. Orgasme dicapai dengan melakukan masturbasi pada saat itu juga atau sesaat kemudian.

Sebelum beraksi, ia terus merasa gelisah, tercekam, dan tegang. Perasaannya akan terasa lega begitu berhasil memamerkan penisnya pada wanita dewasa atau anak dengan usia dan bentuk tubuh sesuai keinginannya. Pada saat melakukan ia seolah-olah bermimpi, tidak mengetahui keadaan sekitarnya dan tidak menyadari bahaya akan tertangkap. Setelah itu muncul perasaan menyesal dan takut ditangkap. Namun, perasaan ini tidak cukup kuat untuk mencegahnya berbuat ulang pada kesempatan lain.

Dalam banyak kasus tindakan didahului suatu periode di mana ia pergi ke suatu tempat sepi dan menunggu sampai hari agak gelap. Namun, ada pula ekshibisionis yang tidak menghindari suasana ramai sehingga tidak malu-malu melakukan perbuatannya di toko, kamar tunggu praktik dokter, atau jendela rumahnya pada siang bolong. Ada pula yang timbulnya secara impulsif karena perasaan ingin melakukannya timbul seketika, sehingga tanpa pikir panjang ia menuruti dorongan hatinya.

Acap kali seorang ekshibisionis dapat melakukan tindakan pengamanan supaya tidak tertangkap basah saat melakukannya. Ia teliti dulu sebelumnya apakah ada pria lain yang mengamatinya atau menutupi kembali penisnya bila tiba-tiba muncul seseorang yang tidak diinginkan. Ekshibisionis banyak ditemukan pada usia 20-an dan banyak di antaranya mengalami kesulitan ereksi dalam aktivitas seksual lainnya.

Sadis dan menakutkan
Jenis-jenis parafilia tadi tidak melibatkan kontak seksual yang merugikan lawan jenis. Tidak demikian dengan sadomasokisme dan paedofilia. Pada sadomasokisme terdapat penggabungan unsur sadistik dan masokistik saat melakukan hubungan seksual. Dikatakan sadistik kalau melukai atau menyakiti orang lain secara sengaja atau dengan ancaman demi kepuasan seksual. Dibilang masokistik kalau rangsangan seksual diperoleh ketika menjadi sasaran rasa sakit atau ancaman rasa sakit.

Meskipun kelainan itu secara fisik dan psikologis membahayakan, sebagian besar penderita sadar akan risikonya dan tetap berada dalam batas-batas yang sebelumnya telah ditentukan.

Yang lebih menyedihkan bila kelainan itu berupa paedofilia. Sebab, sasaran kepuasan seksualnya diarahkan pada anak-anak yang belum puber. Sekitar dua pertiga korban kelainan ini adalah anak-anak berusia 8 - 11 tahun. Kebanyakan paedofilia menjangkiti pria, namun ada pula kasus wanita berhubungan seks secara berulang dengan anak-anak. Banyak kaum paedofil mengenali korbannya, misalnya saudara, tetangga, atau kenalan. Kaum paedofil dikategorikan dalam tiga golongan yakni di atas 50 tahun, 20-an hingga 30 tahun, dan para remaja. Sebagian besar mereka adalah para heteroseksual dan banyak juga para ayah.
 
sumber : http://www.artikelpintar.com/2010/10/dunia-parafilia.html

Senin, 18 Maret 2013

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa.

Penyebab terjadinya kenakalan remajaPergaulan Beebas Pada Remja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
  1. Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
  2. Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
  1. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
  2. Teman sebaya yang kurang baik
  3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Hal-hal yang bisa dilakukan/ cara mengatasi kenakalan remaja:

  1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
  2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
  3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
  4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
  5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.

Seks Pra Nika di Kalangan Mahasiswa


Isu seks pra nikah di Kalangan remaja sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, tetapi sudah berulangkali dimunculkan.Seks pra nikah tidak bisa dilepaskan pemahamannya dengan seks bebas atau pergaulan bebas. Fenomena pergaulan bebas di kalangan mahasiswa sesungguhnya telah berlangsung cukup lama, yaitu sekitar awal dekade 1990an. Semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehadiran duniah serbah canggih sekarang. Sarana hiburan mulai bermunculan dan semakin berkembang menjadi gaya hidup tersendiri. Interaksi sosial pun semakin meluas di kalangan mahasiswa membentuk karakter dan gaya hidup. Penulis ingin menunjukkan beberapa sisi lain dari kehidupan mahasiswa/mahasiswi yang dinggak dkosst-kostan, tidak  bermaksud hendak membentuk opini umum, tetapi sisi lain yang dimaksudkan adalah sesuatu yang tidak biasa pada kalangan tertentu. Beberapa di antaranya berdasarkan pengalaman sendiri dan beberapa di antaranya berdasarkan penuturan pihak lain. 

Di Kamar Kots
Cerita ini diperoleh dari salah satu pemilik kost  di lokasi yang tidak jauh dari salah satu kampus swasta. Pemilik kos sebenarnya curiga dengan perilaku beberapa penghuninya yang sering pulang larut malam, bahkan baru pulang keesokan harinya. Pernah ditanyakan, tetapi ibu pemilik kost curiga si penghuni mungkin berbohong. Beberapa kali didapati pulang kos di antar oleh pria. Ketika liburan panjang, seluruh penghuni kos pulang kampung. Ketika itu pula ibu pemilik kost berkesempatan untuk menggeledah isi kamar dari penghuni. Alasannya, si ibu kost tidak ingin kostnya mendapat pandangan buruk dari pihak lain. Cukup mengejutkan, dari 10 kamar yang digeledah, terdapat 6 kamar di antaranya yang menyimpan mainan seks yang disebut vibrator. Awalnya si ibu kos tidak mengetahui kegunaan alat tersebut, sampai kemudian ditanyakan oleh keponakannya. Seluruh kamar ditemukan terdapat VCD porno dan VCD filem semi. Apa tindakan si ibu kost? Pihak ibu kost tidak akan memperpanjang masa sewa kamar kost bagi seluruh penghuninya yang kebetulan jatuh tempo setiap 1 tahun. Tidak sulit untuk mendapatkan mainan seks seperti vibrator. Siapun bisa memesannya lewat internet atau bisa memesankan lewat orang lain (jasa kurir). Cerita ini dituturkan pada tahun 2003.

Kost Bebas Semakin Menjamur
Kost bebas yang dimaksudkan di sini adalah kos yang tidak diawasi atau ditunggui oleh pemiliknya. Mereka umumnya mempekerjakan orang untuk mengurusi kost, termasuk menjaga keamanan pintu gerbang. Tetapi tidak sedikit di antaranya yang menyerahkan urusannya tersebut kepada penghuni kost. Kost bebas tersebut bukan termasuk kost campur, tetapi kost khusus putera dan kost khusus puteri. Kost bebas tersbut paling banyak ditemukan berupa kost putera, tetapi jumlah kost bebas untuk puteria pun bisa dikatakan tidak sedikit dan semakin bertambah. Hampir di seluruh kawasan pemukiman mahasiswa terdapat kost semacam ini. Adalagi sebutan kost setengah bebas. Kost semacam ini masih ditunggui oleh pemiliknya, tetapi si pemilik seringkali tidak ambil peduli dengan urusan ataupun aktivitas dari penghuninya, sejauh tidak mengganggu ketertiban. Adapula si pemilik baru terlihat ketika sudah sore atau malam hari menjelang jam tamu berakhir. Interaksi antara si pemilik dan penghuni relatif minim, apalagi jika hunian tersebut ditempati lebih dari 20 orang. Tamu boleh saja masuk kamar, termasuk tamu lawan jenis, tanpa banyak dicurigai atau ditanyai oleh pihak pemilik. Untuk kost puteri misalnya, jika menerima tamu pria seringkali dibolehkan untuk menutup pintu kamar. Kost setengah bebas tersebar di seluruh kawasan pemukiman mahasiswa, tetapi jumlah masih lebih sedikit dibandingkan kost bebas.

Tarif ‘Ayam Kampus’
Ayam kampus adalah julukan yang diberikan kepada kalangan mahasiswi yang menjual jasa seks kepada pihak lain. Tidak bisa dipungkiri suatu fakta apabila setiap kampus memiliki ayam kampus. Fenomena ayam kampus  sesungguhnya sudah cukup lama. Kebanyakan di antaranya beroperasi secara terorganisir, yaitu melalui perantara. Tetapi akhir-akhir ini sudah mulai berkembang beroperasi secara individu (tanpa perantara). Mereka adalah kalangan yang sangat tertutup. Penampilan dalam keseharian akan menipu siapapun yang bertemu dengan mereka. Jika melalui perantara biasanya lebih sulit, karena kerjasama mereka cukup kompak. Mereka menggunakan bahasa sandi dalam bentuk telpon maupun SMS. Kebanyakan dari mereka memiliki motif yang berlatarbelakang ekonomi. Tetapi akhir-akhir ini motif mereka tidak sekedar faktor ekonomi, melainkan faktor terpenuhinya gaya hidup. Tarif mereka cukup beragam, rata-rata mulai dari Rp 800.000 per malam hingga di atas Rp 1.500.000 per malam, tergantung pelayanan, waktu, dan lokasi. Mereka pun bersedia dipanggil untuk menerima layanan short-time dengan tarif sekitar Rp 200.000 - Rp 400.000. Mereka yang beroperasi individu biasanya lebih murah dan relatif bisa dinegosiasikan.

Kawin Kontrak di Kalangan Mahasiswi
Dari pantauan penulis, keberadaan istri simpanan atau kawin kontrak di kalangan mahasiswa sudah ada sebelum tahun 1999. Penulis sendiri pertama kali mendengar kabar tersebut pada tahun 2005, tetapi penulis baru bertemu dengan salah satu pelakunya pada tahun 2008. Pelakunya kebanyakan berasal dari kalangan PTS, tetapi kabarnya pula ada yang berasal dari kalangan PTN. Mereka dijadikan istri simpanan dari kalangan pengusaha luar daerah. Para pengusaha tadi memberikan tempat berupa rumah yang lokasinya berjauhan dari pemukiman mahasiswa untuk ditempati oleh si mahasiswi. Fenomena kawin kontrak di kalangan mahasiswi belum banyak mendapatkan sorotan dan perhatian untuk dilakukan pengkajian ataupun reportase khusus, sehingga perkiraan populasinya masih sangat sulit untuk ditentukan. 

Lokasi Favorit Melakukan Hubungan Seks
Hasil studi yang dilakukan LSM Sahara (Bandung) pada tahun 2002 pernah menyebutkan apabila faktor penyebab dimungkinnnya terjadinya hubungan seks pra nikah adalah faktor lokasi. Hubungan intim membutuhkan lokasi yang bagi mereka memenuhi kriteria aman, mudah diakses, dan ongkos yang relatif terjangkau.
1. Kos dan pondokan Lain (termasuk kontrakan)
2. Penginapan, seperti losmen atau hotel
Sejak lama, kamar kost  masih menjadi lokasi favorit yang dipilih untuk melakukan hubungan seks di kalangan mahasiswa. Sebagian besar pula dilakukan di kamar kost putera, karena pada umumnya kost putera lebih bebas ketimbang kost puteri. Untuk kost puteri biasanya hanya terdapat pada kost yang relatif bebas di mana tamu pria diperbolehkan masuk kamar.
Selain kost, lokasi lain yang seringpula dimanfaatkan untuk hubungan seks seperti kontrakan ataupun semacam asrama. Beberapa mahasiswa biasanya memilih untuk mengontrak rumah, ketimbang mengambil kost. Sekedar catatan, bahwa tidak semua asrama mahasiswa  memiliki status yang jelas, yaitu status resmi dari pemerintah di daerah asal. Tidak sedikit di antaranya yang cukup bermasalah, seperti minim pengawasan lingkungan di sekitarnya.
Adapun untuk dipilihnya lokasi di penginapan biasanya karena alasan tidak memungkinkan dilakukan di kamar kost masing-masing. Ada pula alasan untuk memilih lokasi di penginapan sebagai variasi lokasi semata. Lokasi penginapan yang termasuk paling banyak dimanfaatkan oleh kalangan mahasiswa terletak di wilayah luar kota yang tidak terlalu jauh dari lokasi mereka tinggal atau menempuh perjalanan sekitar kurang dari 40 menit. Salah satunya adalah lokasi penginapan. Tarif sewa kamarnya pun relatif cukup terjangkau untuk kalangan mahasiswa.

Dengan Siapa Mereka Melakukan Hubungan Seks
Ini adalah salah satu dari pertanyaan ini diajukan dalam survei dan penelitian yang dilakukan oleh LSM kepada respondennya dari kalangan mahasiswi. Sebagian besar respondennya mengaku lebih sering berhubungan intim dengan pacarnya. Begitu pula mereka yang mengaku dengan siapa pertama kali berhubungan intim. Kurang dari 5% di antaranya mengaku berhubungan intim tidak hanya dengan pacarnya atau berhubungan intim dengan siapa saja yang dikenal dan diinginkannya.
Fenomena kemunculan gay dan lesbian di kalangan mahasiswa/mahasiswi pun sebenarnya sudah lama ada, bahkan sebelum tahun 2000. Dari pantauan penulis pada pertengahan tahun 2008 lalu, mereka cenderung masih sangat tertutup, sekalipun telah mulai terbentuk komunitas-komunitas kecil. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Fakultas Psikologi UGM pada tahun 2004-2005 pernah menyebutkan apabila mereka adalah para pendatang yang berasal dari luar daerah. Sayangnya hasil penelitian yang sempat diseminarkan pada bulan Desember 2005 tersebut tidak menyebutkan jumlah sampel ataupun perkiraan populasinya. Tetapi hampir bisa dipastikan kelompok gay dan lesbian bisa ditemukan di hampir seluruh perguruan tinggi. Sikap mereka yang sangat tertutup tidak lain didorong oleh sikap kebanyakan masyarakat di sekitarnya yang menganggapnya sebagai perilaku menyimpang.

Faktor Teknologi
Kebanyakan mahasiswa yang berasal dari luar daerah akan diberikan fasilitas hiburan, seperti televisi, pemutar VCD/DVD, atau komputer. Melalui perangkat inilah mereka mengenal film porno atau film semi. Rental VCD/DVD pun bermunculan di tengah-tengah kawasan pemukiman mahasiswa. Tidak sedikit di antaranya yang menyediakan film porno/semi, sekalipun tidak dipajang secara terbuka. Di kalangan mahasiswa sendiri, peminatnya tidak hanya berasal dari kalangan pria, tetapi datang pula dari kalangan wanita. Pengelola rental nampaknya cukup paham dengan kebutuhan mereka, sehingga selalu mendatangkan film-film baru setiap bulannya. Menurut pengakuan dari salah satu pengelola rentah, tingkat permintaan sewa keping VCD/DVD porno/semi sangat tinggi untuk setiap kepingnya. Mereka seringkali harus menggandakan hingga sebanyak 3 keping untuk setiap judul film. Beberapa mahasiswa sering pula menduplikasikan ke komputernya sendiri, agar bisa ditonton lain waktu bersama orang lain.
Fenomena lain yang sempat muncul di sekitar tahun 2000 adalah warnet. Kehadiran teknologi informasi turut membuka peluang memicu terjadinya hubungan seks pra nikah. Sempat bermunculan warnet dengan lokasi yang sangat tertutup, sehingga cukup sering dimanfaatkan oleh kalangan mahasiswa untuk tempat berhubungan intim. Beberapa warnet  diketahui pula secara sengaja menyimpan koleksi klip maupun film porno yang bisa diakses oleh para pengunjungnya. Berdasarkan pengakuan dari pengelola warnet, mereka dari kalangan mahasiswa ini yang mengakses film/klip porno ternyata pula berasal dari kalangan wanita (mahasiswi). Hal ini bisa diketahui dengan mudah, karena lokasi film/klip tersebut bukan disimpan di hard disk, melainkan di server warnet, sehingga bisa dipantau siapa saja (nomor meja) yang mengaksesnya.

Minimnya Kepedulian Pemda Setempat
Kemunculan hubungan seks pra nikah di kalangan mahasiswa tidak terlepas pula dari peran pemda setempat (pemkab/pemkot). Kemunculan yang sudah sejak lama terjadi nampaknya tidak menjadi perhatian serius bagi pemkab maupun pemkot. Mereka seolah terkesan menutup mata atas fenomena tersebut, selama tidak mengganggu sumber penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Beberapa kali pernah dilakukan operasi sweeping kamar kost, tetapi kegiatan tersebut bukan merupakan kegiatan rutin. Baru diketahui apabila sweeping tersebut hanyalah untuk menyapu aspek perijinan pondokan (kost/kontrakan/asrama). Berulangkali laporan dari warga masuk ke Dinas Trantib Pemkab maupun Pemkot, tetapi sangat jarang untuk ditindaklanjuti.

Minimnya Kepedulian Warga Setempat
Tidak semua lokasi atau kawasan pemukiman mahasiswa yang minim dengan pengawasan warga setempat, tetapi masih terdapat cukup banyak kawasan pemukiman yang relatif minim perhatian ataupun pengawasannya dari warga setempat. Waktu di siang hari merupakan waktu yang paling memungkinkan untuk dilakukannya hubungan seks di kamar kost. Selain berada di luar jam ketertiban lingkungan, waktu tersebut cukup leluasa di lokasi kost yang bebas ataupun setengah bebas. Warga setempat pun kurang peduli dengan kost-kost yang tidak ditunggu sendiri oleh pemiliknya. Cukup banyak lokasi pemukiman mahasiswa yang tidak memiliki portal yang membatasi jam keluar maupun masuk. Jika pun ada pengawasan dari aktivitas siskamling, mahasiswa biasanya membawa tamu wanita setelah bubarnya siskamling (sekitar pukul 02.30-03.00).
Jika ditanya soal peraturan, sesungguhnya peraturan sudah lama ada, tetapi jarang diterapkan dengan konsisten. Misalnya saja, sebelum tahun 2000 masih banyak dijumpai papan yang bertuliskan jam belajar. Tetapi akhir-akhir ini tulisan tersebut semakin jarang ditemui. Ketentuan jam tamu itu pun sebenarnya telah diatur di masing-masing kampung dan dilindungi oleh perda setempat. Tetapi masih banyak wilayah pemukiman yang terlihat kurang peduli dengan tata tertib tersebut. Tidak mengherankan apabila penelitian yang dilakukan oleh LSM di tahun 2002 menyebutkan lokasi paling sering dipilih untuk melakukan hubungan seks adalah kamar kost.

Faktor Lingkungan dan Pergaulan
Tidak bisa dipungkiri lagi apabila faktor lingkungan dan pergaulan turut memicu dan memberikan dampak terhadap terbentuknya perilaku seks pra nikah. Remaja putera/puteri yang terbiasa melihat teman kostnya membawa lawan jenis menginap ke kamar akan memberikan kemungkinan untuk terpengaruh. Misalnya lagi, kawan dari mahasiswi berbagi cerita (curhat) kepada seorang mahasiswi tentang hubungan intim yang dilakukan oleh pacarnya. Mereka yang menjadi tempat bercerita itu pun tidak tertutup kemungkinan akan turut terpengaruh. Seringkali pemicunya justru berasal dari sesuatu kejadian yang sangat sederhana. Komunitas wanita berkumpul, lalu bergosip tentang hubungan seks di antara temannya itu pun turut akan memicu keinginan untuk mencaritahu dan mencoba hubungan seks pra nikah.

Faktor Semakin Banyaknya Waktu Luang
Masalah ini sebenarnya masih menjadi perdebatan, karena hasil pengamatan tidak bisa begitu saja menjadi suatu kesimpulan umum. Di Jepang saja yang memiliki kultur disiplin yang cukup tinggi pun memiliki remaja yang melakukan hubungan seks pra nikah sangat tinggi. Tetapi di sini perlu dibatasi untuk ruang lingkupnya hanya pada lingkungan mahasiswa/mahasiswi. Faktanya memang demikian, kebanyakan mahasiswa terlihat jauh lebih santai ketimbang siswa-siswi sekolah pada umumnya. Hasil studi yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UGM pada tahun 2005 itu pula menyebutkan frekuensi paling tinggi mereka yang melakukan hubungan seks pra nikah terjadi di kalangan mahasiswa/mahasiswi yang mengambil kuliah dengan kredit kurang dari 18 SKS per minggunya. Waktu akademik dalam sehari rata-rata hanya kurang 6-8 jam. Artinya, rata-rata di antara mereka memiliki sebanyak lebih dari 12 jam waktu luang, termasuk yang akan digunakan untuk waktu istirahat. Waktu luang yang semakin banyak akan turut mendukung semakin terbukanya kesempatan. Sayangnya agak sulit untuk memperkirakan tingkat peluang dari faktor banyaknya waktu luang memicu terjadinya perilaku seks pra nikah, karena tingkat variasi di antara sampel yang sangat tinggi.

Faktor Ekonomi
Ada dualisme pandangan tentang faktor ekonomi yang menjadi pendorong/pemicu terjadinya perilaku seks pra nikah. Pertama, alasan ekonomi dalam arti karena kesulitan keuangan atau untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Kedua, faktor ekonomi yang dianggap berlebihan, sehingga memberikan lebih banyak kesempatan/peluang yang mendorong terbentuknya perilaku seks pra nikah. Dalam perkembangannya, alasan ekonomi menjadi semakin terbuka untuk diperdebatkan. Biaya kuliah yang semakin mahal menyebabkan hanya mereka yang berasal dari kalangan ekonomi di atas mampu atau di atas kelas menengah yang mampu mengambil kuliah. Artinya, kecenderungannya lebih banyak bergeser pada pengertian kedua. Sekalipun demikian, alasan pertama ini pun masih tetap terbuka. Misalnya saja, sebuah penelitian (skripsi) jurusan psikologi (UGM) tahun 2006 lalu sempat mengambil tema mengenai motif pelacuran di kalangan remaja. Dalam penelitian tersebut disebutkan tentang masih terdapatnya motif untuk mendapatkan pendapatan di kalangan mahasiswi maupun pelajar. Sayangnya, penulis belum bisa meminta klarifikasi tentang hasil penelitian dari si penulis skripsi.

Taraf Religius
Agak sulit untuk mendefinisikan tingkat religius individu, termasuk agak sulit pula untuk menentukan penilaiannya. Tetapi tidak pula bisa dibantah, apabila faktor kualitas pendidikan agama dari individu akan turut menentukan perilaku individu, termasuk membentengi dirinya dari risiko perilaku seks pra nikah. Dari beberapa penelitian yang bisa dikumpulkan oleh penulis sama sekali tidak meletakkan variabel tingkat religius individu. Alasannya, variabel keimanan atau kadar keagamaan seseorang adalah sesuatu yang abstrak. Jika hendak dibuatkan pengukuran harus dengan didukung oleh konsensus yang kuat, sehingga tidak akan menjadi perdebatan yang panjang. Hal ini dikarenakan pula apabila beberapa temuan di lapangan mendapati perilaku seks pra nikah ternyata berasal dari beragam latar belakang.

Minimnya Perhatian Dari Orangtua/Keluarga
Penulis cukup kesulitan untuk menuliskan penjelasan ini, tetapi pada prinsipnya, orangtua terkadang memberikan terlalu banyak pilihan dan kebebasan kepada putera maupun puterinya. Kebanyakan dari para orangtua akan beranggapan apabila putera dan puterinya yang sudah dewasa tidak perlu untuk banyak diatur atau diawasi. Mereka harus diberikan kesempatan untuk mengatur dan mengawasi dirinya sendiri. Rasanya terlalu naif apabila mengamini sebagian anggapan para orangtua tersebut.
Menurut laporan dari LSCK disebutkan apabila pelaku dari seks pra nikah bisa terjadi di kalangan mahasiswa dengan berbagai latar belakang keluarga dan segala pendidikannya. Begitu pula dengan kasus-kasus kehamilan di luar nikah pada kalangan mahasiswi. Tetapi perlu digarisbawahi apabila faktor hidup jauh dari orangtua menjadi salah satu faktor kunci. Sebelum tahun 2000, ketika masih menjamurnya warung telepon (wartel), tidak sedikit dari kalangan mahasiswa yang rutin seminggu sekali menghubungi orangtuanya. Tetapi setelah era teknologi telekomunikasi yang sudah maju saat ini, frekuensi komunikasi justru ditemukan semakin berkurang. Tinggal jauh dari orangtua membuat mereka membutuhkan sosok yang bisa menjadi tempat untuk berkomunikasi dekat dan berbagi rasa.

Penutup
Kekhawatiran akan fenomena seks pra nikah di kalangan remaja sebenarnya dialami oleh setiap pemeluk agama. Pemerintah China akhir-akhir mulai mengkhawatirkan munculnya fenomena seks pra nikah di kalangan generasi mudanya. Padahal mereka termasuk sangat selektif untuk menyaring setiap konten pornografi yang berasal dari luar. Pertanyaannya kemudian dikembalikan kepada publiks sendiri, apakah fenomena seks pra nikah dianggap lazim ataukah merupakan fenomena kerusakan moral. Memang benar, pendidikan agama perlu untuk dikedepankan, tetapi belumlah cukup untuk membendung risiko terjadinya seks pra nikah. Kita tidak boleh sesekali menutup mata atas fakta-fakta yang sudah terungkap di lapangan. Berbagai kalangan mengakui apabila kunci untuk mencegah terjadinya perilaku seks pra nikah yang paling utama justru terdapat pada peran keluarga.

Penulis pernah membaca suatu artikel menarik dari majalah Men’s World tahun 2006. Rupanya fenomena seks pra nikah ini pun sempat menjadi kekhawatiran di kalangan keluarga di Amerika Serikat. Disebutkan bahwa terjadinya hubungan seks terletak pada prinsip TAKE & GIVE di mana pria akan mengambil (taking), sedangkan wanita berada pada posisi memberi (giving). Jadi kunci untuk membendung perilaku seks pra nikah terletak pada si pria. Banyak kalangan yang menafsirkan wanita sebagai faktor pemicu, tetapi mengabaikan pria sebagai pihak yang mengambil kesempatan.

Pada akhirnya, untuk menyikapi fenomena seks pra nikah dikembalikan kepada kita semua para pembaca dan masyarakat. Apakah fenomena seks pra nikah dianggap sebagai fenomena yang mengkhawatirkan dan tidak normal ataukah hanya menjadi sebuah fenomena sosial semata. Bagi kebanyakan dari kita mungkin akan berusaha untuk menutup mata, sekalipun masih tersirat sedikit keprihatinan. Masyarakat Indonesia sebenarnya sejak kasus heboh seks pra nikah pada pertengahan dekade 1990an di Bandung dan Yogyakarta sebenarnya belum memiliki kesamaan pandangan dan terutama sikap yang jelas. Tulisan ini pun mungkin adalah untuk yang kesekian kalinya diperlihatkan dan mungkin akan menjadi kesekian kalinya berlalu begitu saja.Tetapi yang lebih utama, penulis sudah melakukan kewajiban pokok sebagai warga negara dan umat untuk mencari dan menyampaikan beberapa fakta.

 

Gerakan mahasiswa Indonesia 1998

Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada dekade tahun sembilan puluhan. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tangal 21 Mei 1998.
Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Kudatuli yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
  • Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
  • Laksanakan amandemen UUD 1945,
  • Penghapusan Dwi Fungsi ABRI,
  • Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
  • Tegakkan supremasi hukum,
  • Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Gedung wakil rakyat, yaitu Gedung DPR/MPR dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto. Organ mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR.
Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang Presiden tercapai, namun banyak yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi.



Bertepatan hari ini kita memperingati lengsernya rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun. Pergantian orde baru menuju reformasi tak terelakkan berkat perjuangan gerakan mahasiswa waktu itu. Sayangnya perbaikan demi perbaikan belum juga kunjung datang setelah 13 tahun berreformasi. Mahasiswa perlu segera bangkit untuk merajut kembali sebuah gerakan yang relevan dengan kebutuhan bangsa ini.

            Bahkan datang kabar mengejutkan dari lembaga survey Indo Barometer yang menyatakan rakyat Indonesia merasa lebih puas dengan kepemimpinan orde baru daripada kepemimpinan ere reformasi (Kompas, 17/05). Itu seolah menjadi tamparan keras bagi mahasiswa yang telah berupaya memperjuangkan era reformasi. Era reformasi dianggap belum menghasilkan perbaikan dibanding dengan yang telah dicapai oleh orde baru. Kemiskinan dan pengangguran belum juga kunjung terselesaikan di era reformasi ini.
              Cita-cita reformasi yang digalakkan waktu itu guna memerdekakan rakyat dari ketertindasan dan kemiskinan terlupakan begitu saja. Euforia kemenangan atas lengsernya kepemimpinan Soeharto seakan menandai berakhirnya perjuangan gerakan mahasiswa. Keberlanjutkan gerakan mahasiswa waktu itu terputus dengan tiadanya konsep pasca tumbangnya orde baru. Hilangnya musuh bersama membuat gerakan mahasiswa pincang dan tak berdaya karena gerakan mahasiswa waktu itu masih bersifat temporer.
Sebagai mandat sosial tentu mahasiswa perlu segera merajut kembali gerakan bagi rakyat. Gerakan yang tidak sekedar bersifat sementara namun juga bersifat jangka panjang. Kita dapat belajar dari pengalaman gerakan-gerakan sebelumnya dengan sedikit penyegaran dan terobosan baru. Gerakan mahasiswa tidak melulu dilakukan dengan turun kejalan namun juga dapat dilakukan dengan gerakan menulis, gerakan komunitas seperti komunitas sepeda sebagai kepedulian terhadap lingkungan, serta gerakan tanggap bencana.
Menakar Reformasi
Konsepsi reformasi saat ini juga membuka peluang perumusan ulang oleh gerakan mahasiswa secara mendalam dan menyeluruh. Reformasi waktu itu dengan semangat menumbangkan rezim berkuasa belum seluruhnya tuntas. Berakhirnya orde baru hanya berkisar persoalan fisik semata yaitu pergantian oknum dan nama periode saja. Namun persoalan substansial semisal pembangunan mental, karakter, dan sistem sama sekali belum tersentuh.
            Itu terlihat dari semakin merebaknya praktik korupsi di negeri ini pasca tumbangnya orde baru. Bila pada orde baru praktik korupsi hanya terjadi pada pemerintahan pusat namun untuk saat ini praktik korupsi dapat terjadi di sektor mana saja mulai dari kepala desa sampai tingkat presiden. Tentu itu bukan prestasi yang menggembirakan bagi era reformasi dan kehadiran gerakan mahasiswa dibutuhkan disini. Gerakan mahasiswa perlu memutus mata rantai siklus korupsi tersebut dengan menjadi teladan bagi rakyat dan membuat gerakan anti korupsi yang bersih dan bebas dari kepentingan.
            Gerakan tersebut menjadi tantangan berat bagi mahasiswa yang tengah dikepung oleh  gaya hidup hedonis. Mahasiswa disibukkan dengan beragamnya model terbaru dari pasar dan perlahan menjelma menjadi manusia yang mementingkan kesenangan belaka. Belum lagi pola pendidikan di kampus yang menekankan aspek formalitas pendidikan saja. Tentu ini menjadi tantangan internal mahasiswa sendiri yang perlu segera diselesaikan oleh mahasiswa yang masih mencita-citakan perubahan.
              Penakaran kembali reformasi juga perlu dilakukan oleh mahasiswa. Reformasi Sejauh hanya pergantian oknum dan bukan pada tatanan yang berlangsung hanya akan menyebabkan kemandulan perubahan. Karena sejatinya reformasi datang bukan dari bawah namun dari kaum elit yang berhak mereformasi tatanannya. Kita lihat saja reformasi kejaksaan, reformasi perpajakan, serta reformasi kepolisian belum menghasilkan suatu hal yang patut dibanggakan.
Merajut Kembali Gerakan Mahasiswa
            Ditengah krisis multidimensi negeri ini mahasiswa perlu hadir untuk menyelesaikan persoalan bangsanya. Perlu perbaikan disegala sektor sebagai penunjang kemandirian bangsa. Gerakan mahasiswa perlu digalakkan kembali sebagai wujud kritik terhadap pemerintah yang mengabaikan rakyatnya dan menjadi garda terdepan menuju kesejahteraan. Mahasiswa harus berani memperoleh kepercayaan rakyat kembali sebagai agen perubahan bukan lagi sekedar generasi yang mampu bicara saja.
            Turun kejalan menjadi sebuah keharusan bagi gerakan mahasiswa. Tanpa turun kejalan maka posisi daya tawar mahasiwa terhadap pemerintah akan melemah. Turun kejalan tidak dapat dimaknai sebagai gerakan seporadis yang tidak memenuhi unsur intelektualitas. Dalam proses aksi sebelum turun kejalan ada kajian isu yang akan diangkat ke publik. Dan tanpa data dan tujuan yang valid maka turun kejalan sebagai gerakan mahasiswa akan sulit terealisasikan.
            Elegansi gerakan juga perlu dipertimbangkan dewasa ini. Gerakan sebagai terobosan penyeimbang turun kejalan juga perlu digalakkan. Gerakan komunitas adalah alternatif ditengah hambarnya gerakan turun kejalan oleh mahasiswa. Dengan komunitas mahasiswa dapat saling bahu membahu mencapai perubahan dan itu akan memudahkan mahasiswa sendiri dalam mendapat simpati dari rakyat. Semisal membuat komunitas sepeda sebagai wujud kecintaan terhadap lingkungan. Mahasiswa memang harus menjadi awal perubahan karena selain memiliki semangat muda, mahasiswa juga dianugrahi pendidikan yang tinggi.
            Gerakan pendidikan juga tidak kalah penting dibandingkan gerakan-gerakan yang telah penulis sebutkan diatas. Mahasiswa perlu mengejawantahkan teori yang diperoleh dari kampus kedalam lingkungan sekitarnya. Ilmu tanpa dilaksanakan tentu bagaikan pohon yang tak berbuah. Mahasiswa patut ikut mencerdaskan bangsanya dengan ikut megajar anak jalanan yang putus sekolah. Kita juga dapat belajar dari film Lucunya Negeri Ini yang mengisahkan pendidikan terhadap anak jalanan yang terpaksa berprofesi sebagai pencopet.
              Gerakan mahasiswa segeralah bangkit demi menciptakan kemandirian bangsa Indonesia. Siapa lagi yang sudi memperakarsai perubahan kalau bukan gerakan mahasiswa yang masih bersih dari kepentingan. Maka Bangkitlah